Senin, 20 Oktober 2014

Bantuan Hukum kepada Warga Menurut UU

bantuan_hk
Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.
Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai, sehingga dibentuknya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan Undang-Undang Bantuan Hukum ini.
Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin.
Beberapa pokok materi yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum antara lain mengenai: pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.
Terpusat
Salah satu hal yang baru dari UU Bantuan Hukum adalah pemusatan pengelolaan bantuan hukum di Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian inilah yang akan mengelola dana bantuan hukum, termasuk yang berada di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal 22 Undang-Undang Bantuan Hukum menyebutkan penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum di lembaga-lembaga yang disebut terakhir dan instansi lain tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. Untuk tahun berikutnya, Pasal 6 ayat (2) menegaskan pemberian bantuan hukum kepada penerima diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Dalam hal pemberian bantuan hukum di lembaga lain belum berakhir pada tahun anggaran, maka pelaksanaannya harus menyesuaikan dengan mekanisme Undang-Undang Bantuan Hukum. Tentu saja, yang diatur adalah bantuan hukum dengan menggunakan dana APBN/APBD. Ironisnya, Undang-Undang ini tak menjelaskan secara rinci bagaimana bantuan hukum yang diselenggarakan atas bantuan luar negeri secara langsung kepada LPBH.
Pemusatan penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum memperkuat posisi Kementerian Hukum dan HAM. Mau tidak mau di tangan Kementerian pula regulasi tentang verifikasi dan akreditasi. Beberapa hal yang harus dipastikan melalui akreditasi adalah badan hukum, akreditasi kelembagaan dan personel, kantor dan sekretariat, pengurus, serta program-program pemberian bantuan hukum.
Sanksi pidana
Penyalahgunaan dana bantuan hukum sangat mungkin terjadi. Bukan hanya itu, sangat mungkin terjadi pungutan terhadap kelompok masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum. Apalagi ukuran kemiskinan yang dipakai sebagai tolok ukur menurut Undang-Undang ini belum jelas. Apakah hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, atau termasuk pula yang berada pada garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik.
Jika mengikuti ukuran itu, kata Yuwono Priyanto, tak kurang dari 60 juta penduduk Indonesia yang berhak mendapatkan bantuan hukum probono. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta itu mengatakan bantuan hukum harus tepat sasaran. Jangan sampai penyatuan atap penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum semakin membuat masyarakat miskin kesulitan mengakses bantuan hukum probono.
Undang-Undang Bantuan hukum mencoba mengantisipasi penyalahgunaan hakikat bantuan hukum probono. Pasal 21 mengancam pidana satu tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp50 juta setiap pemberi bantuan hukum yang menerima  sesuatu apapun dari Penerima Bantuan Hukum. Frasa “sesuatu apapun” tak diperjelas. Bagaimana kalau pemberi bantuan hukum menerima sesisir pisang dari penerima bantuan hukum, apakah itu termasuk tindak pidana?
Ketidakjelasan kalimat atau frasa dalam Undang-Undang Bantuan Hukum menjadi tantangan tersendiri, agar para pemberi bantuan hukum bisa menjalankan tugasnya dengan tenang. Jangan sampai terjadi ancaman seperti yang dulu tercantum pada Pasal 31 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Meskipun ada tantangan, sekaligus peluang, yang paling penting adalah memanfaatkan bantuan hukum untuk kepentingan membela rakyat miskin. Bahkan Yuwono Priyanto yakin bantuan hukum bisa dimanfaatkan untuk mengantisipasi konflik-konflik sosial di masyarakat.
Jumlah pemberi bantuan banyak adalah sesuatu yang penting. Tetapi lebih penting lagi bagaimana agar bantuan hukum benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Seperti yang ditulis Todung Mulya Lubis, advokat senior, dalam jurnal Third World Legal Studied terbitan Valparasio University Ontario, pada 1985 silam.

Sumber :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eb66ae12eb0d/tantangan-dan-peluang-undangundang-bantuan-hukum 
http://www.depdagri.go.id/media/documents/2011/11/25/u/u/uu_no.16-2011.doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar