Kamis, 10 Maret 2016

ADVOKAT DILARANG TEMUI PEJABAT PENGADILAN TANPA LIBATKAN JAKSA


VICTOR/IST
  

 Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) memastikan dalam kode etik, seorang advokat harus bersama-sama dengan jaksa bila menemui hakim atau pejabat pengadilan yang berhubungan dengan perkara pidana.

Hal itu disampaikan Sekjen DPP Peradi Victor W Nadapdap menyikapi kasus yang menjerat pengacara Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi, Awang Lazuardi Embat.

Awang ditetapkan menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran terlibat dalam dugaan suap penundaan pengiriman salinan putusan kasasi di Mahkamah Agung dengan tersangka Andri Tristianto Sutrisna selaku Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata MA.

"Secara umum tidak bisa advokat bisa menemui hakim atau pejabat peradillan dengan sendirinya, apalagi menjanjikan sesuatu," ungkap Victor di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (25/2).

Lebih lanjut Victor menjelaskan, pihaknya akan memberikan sanksi terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran kode etik. Sebab dalam undang-undang, seorang advokat yang divonis hukuman empat tahun penjara atau lebih bisa diancam sanksi pemberhentian dari organisasi advokat.

"Jadi kalau ada yang demikian, kalau dilaporkan ke advokat organisasi Peradi, Peradi akan menindak itu, akan ada sanksinya. Bahkan kalo itu sampai ada penyuapan segala macam, maka ada pemberhentian secara permanen," ujarnya.

Terkait kasus yang menyelimuti Awang, Victor menjelaskan dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah, pihaknya tetap memberikan bantuan hukum kepada pengacara Direktur PT CGA Ichsan Suaidi itu. Namun, jika dalam kasus dugaan suap di MA, Awang terbukti bersalah dan pengadilan telah mengeluarkan putusan tetap, pihaknya akan memberhentikan Awang dari anggota Peradi.

"Kalau putusannya dikirimkan ke Peradi akan dipecat langsung orangnya. Undang-undangnya demikian," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK memanggil Victor untuk dimintai keterangan seputar kode etik organisasi advokat Peradi. Victor diperiksa dan dimintai keterangannya untuk tersangka Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.

Kasus ini terkuak saat Andri tertangkap tangan usai menerima uang Rp 400 juta dari Direktur PT CGA Ichsan Suaidi lewat pengacara Awang Lazuardi Embat di kediamannya. Saat itu, penyidik KPK turut menyita sebuah koper berisi uang Rp 400 juta.

Mereka bertiga langsung ditetapkan sebagai tersangka usai menjalani pemeriksaan intensif. Ichsan dan Awang diduga sebagai pemberi suap, sementara Andri diduga penerima suap dalam dugaan penundaan pemberian salinan putusan kasasi terkait perkara Ichsan.

Ichsan dan Awang selaku pemberi suap diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b) atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Andri selaku penerima suap disangka pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [RMOL]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar