Minggu, 31 Januari 2016

Tarik-ulur Panja Freeport




Kasus papa minta saham Freeport terus bergulir. Kejaksaan Agung berupaya memanggil mantan Ketua DPR Setya Novanto. Dan Komisi III DPR bersiap membentuk panitia kerja (Panja).
============

Pekan lalu Komisi III DPR memutuskan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait kasus Freeport yang tengah ditangani oleh Kejagung. Keputusan yang belum dinitindak-lanjuti dengan aksi pembentukan Panja itu serta merta mengundang sikap pro-kontra.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah berharap bila Panja Freeport terbentuk akan membantu kinerja Kejagung. Harapan Arminsyah tak terlepas dari kekhawatiran Jaksa Agung Prasetyo yang merasa kalau-kalau adanya Panja ini akan memberikan kesan intervensi. Hal itu karena Kejagung menangani proses hukum, dan DPR tentang politik meskipun dalam hal ini pembentukan panja bertujuan sebagai fungsi pengawasan dalam menyelesaikan kasus dugaan pemufakatan jahat yang sedang ditangani korps adhyaksa.

"Sebenarnya Panja ini kita melihat kan belum begitu ya. Baru putusan akan dibentuk Panja. Kalau Panja memberi kesan intervensi iya, tapi tentunya kalau Panja ini sungguh-sungguh, Panja ini harus mendorong kinerja Kejaksaan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Jakarta, Rabu (27/1).

Menurut Arminsyah, Panja Komisi III dan Kejagung seharusnya bekerjasama dalam menyelesaikan kasus papa minta saham ini. Meskipun Panja dibentuk sebagai fungsi pengawasan, dia berharap Komisi III mendukung Kejagung.

"Harusnya (bekerjasama) Panja itu kan unit kerja kelengkapan, yang saya tahu Panja itu kan mengefisiensikan kerja Komisi III. Panja itu kan efisiensi kerja Komisi III untuk mengawasi pemerintahan jadi harusnya, harusnya Panja itu mendukung kita," ungkap Arminsyah sembari berharap jangan sampai Panja menghambat penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan.

Menanggapi kekhawatiran Kejaksaan bakal muncul intervensi Panja Freeport, Anggota Komisi III DPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai pembentukan Panja penanganan kasus hukum Freeport bukanlah bentuk intervensi terhadap Kejaksaan Agung.

Menurut Bendahara Umum Golkar itu, pembentukan Panja Freeport itu merupakan bagian dari pengawasan Komisi III DPR. Diketahui, Kejaksaan Agung mengusut skandal Freeport terkait dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan Setya Novantto.

"Soal Freeport, ini soal lain. Karena kita mendengar Kejaksaan juga mempunyai bukti-bukti yang cukup kuat. Itu solidaritas sesama anggota. Kita Komisi III sebagai mitra itu bentuk pengawasan," kata Bambang.

Pernyataan sedikit mengambang datang dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan pembentukan Panja Freeport disesuaikan dengan kebutuhan. "Itu (Panja Freeport) sesuai kebutuhan. Dengan adanya Panja tersebut mungkin kerjanya akan jadi lebih dalam. Kita bisa lihat proses dan hasilnya seperti apa nanti," ujar Fadli Zon.

Soal divestasi saham, Fadli mengatakan dirinya tidak bisa mendahuluinya. "Kita harus kembali pada  Pasal 33 UUD 1945 bahwa air, bumi, dan kekayaan alam sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat, oleh karena itu dikuasai negara," kata Fadli.

Senada dengan Fadli Zon, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menjelaskan wacana pembentukan Panja kasus PT Freeport Indonesia belum disepakati oleh fraksi-fraksi di Komisi III. Itu karena setiap fraksi di DPR mempunyai sudut pandang yang berbeda terkait dengan panja Freeport. "Jadi, jangan terburu-buru disimpulkan bahwa pandangan dari seorang anggota atau fraksi pasti menjadi pandangan Komisi III atau bahkan DPR secara keseluruhan," ujar Arsul.

Menurut dia, pembentukan Panja dan berbagai rekomendasi pada rapat kerja (raker) dengan Kejaksaan Agung ialah bagian dari fungsi pengawasan DPR. Namun, pembentukan Panja tersebut belum final menjadi keputusan Komisi III. "Sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa. Kebetulan saja isu Freeport mengerucut. Itu baru menjadi catatan rapat, bentuk konkretnya masih harus diplenokan di Komisi III," pungkasnya.

Di tengah belum-pastinya pembentukan Panja Freeport di Komisi DPR, beberapa kalangan  mendesak DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Freeport, bukan dengan membenuk Panja yang skalanya hanya di tingkat komisi. Pembentukan Pansus sangat mudah, syarat minimal 20 anggota DPR dari dua fraksi saja sudah cukup.

"Usulan ini (pembentukan Pansus – red) sudah bergulir sejak Desember 2015 lalu, sebaiknya secepatnya dibentuk, agar masalah Freeport terang benderang," kata pengamat komunikasi politik Universitas Paramadia, Hendri Satrio, seperti dikutip RMOL, Selasa (26/1).

Akhir Desember 2015 lalu, pimpinan DPR, baik Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Fadli Zon mengusulkan agar Pansus Freeport segera dibentuk. Dorongan pimpinan ini juga didukung sejumlah anggota dari beberapa fraksi yang sepakat untuk membentuk Pansus Freeport.

"Jadi, kita mendorong Ketua DPR yang baru, Ade Komarudin, untuk melakukan gebrakan maksimal dengan membentuk Pansus Freeport. Juga pada anggota DPR yang sebelumnya sudah semangat untuk membentuk Pansus," ujar Hendri.

Jurubicara Lembaga Survei Kedai Kopi ini menegaskan kalau Pansus memiliki kekuatan politik yang tinggi, terutama  untuk memanggil pihak pihak yang selama ini berkaitan langsung dan tak langsung dengan Freeport.

"Pansus pastinya akan memanggil Menteri ESDM Sudirman Said, apalagi sebelumnya kalangan pimpinan DPR menyoal SK yang pernah dikeluarkannya karena memberi jaminan perpanjangan kontrak, padahal belum waktunya untuk membahas perpanjangan tersebut," tandasnya.

Tidak itu saja, tak kalah penting, ujar Hendri, Pansus bisa memanggil siapa saja. Termasuk jika ingin meminta keterangan berkaitan pertemuan kerabat dekat Jusuf Kalla yang pernah mengadakan pertemuan dengan pimpinan Freeport di AS.

Sebaliknya, lanjut Hendri, jika DPR membentuk Panja, kekuatan dan rekomendasinya tidak setinggi Pansus. Pasalnya, Panja hanya dibentuk di satu komisi saja dan hasilnya pun cukup dilaporkan ke pimpinan DPR, yang kemudian meneruskan ke pemerintah atau pihak terkait.

"Dengan kompleksitas persoalan yang rumit, maka Pansus lebih tepat untuk membongkar kisruh Freeport dan bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah, apakah harus membeli saham Freeport atau mendiamkan saja dan tidak memperpanjang kontrak, atau opsi lain mengambil Freeport saat kontraknya selesai," jelasnya.

Sikap berbeda disampaikan oleh Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril. Menurutnya, panitia kerja Freeport bermuatan politik dan besar kemungkinan keluar dari tujuan fungsi hak pengawasan. Pasalnya, hak DPR itu hanya akan digunakan untuk mengintervensi kasus 'papa minta saham' dan mengintervensi pemerintah dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport.

"Panja dan pansus merupakan hak pengawasan yang dimiliki DPR. Namun, itu banyak digunakan untuk hal yang berujung intervensi sehingga Panja Freeport ini tidak memiliki urgensinya, malah bisa intervensi kasus yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung," terang Oce.

Belum jelas apakah DPR mamu membentuk Panja atau Pansus. Yang pasti, rakyat menunggu kelanjutan papa minta saham Freeport yang telah bergulir di ranah hukum dengan langkah Kejaksaan Agung memanggil mantan Ketua DPR Setya Novanto yang kini berada di Komisi III DPR. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar