Selasa, 22 September 2015

Adnan Buyung Nasution, Si Jambul Putih Pendekar Hukum dan HAM

In Memoriam

  Bicara soal Prof Dr Iur Adnan Buyung Nasution takkan pernah ada habisnya. Bahkan kariernya di berbagai bidang yang panjang membuat biografinya ditulis berjilid-jilid. Salah satu profil singkatnya bisa ditemukan di buku karyanya berjudul "Nasihat untuk SBY"  terbitan tahun 2012, yang menjadi sumber utama artikel ini.

Di masa hidupnya, Buyung dijuluki pendekar hukum dan HAM. Dia juga dijuluki Si Jambul Putih, karena rambut lebatnya yang berwarna putih. Ketokohannya dibangun lewat jalan yang sangat panjang.



ABN, dari Akademisi, Jaksa Hingga Anggota DPR

Buyung lahir di Jakarta 20 Juli 1934. Akrab dipanggil Abang dan namanya sering disingkat sebagai ABN, seorang advokat yang sudah berpraktik sejak tahun 1968. Ia juga seorang akademisi. Karena itu, The University of Melbourne, Australia, tahun 2010 memberikan gelar guru besar kepadanya. Sedangkan gelar Doktor (iur) diperolehnya dari Rijksuniversiteit Utrecht Belanda tahun 1992.

Sebelum menjadi advokat, dia adalah seorang jaksa di Jakarta sejak 1957-1961 dan sempat menjabat sebagai Kepala Humas dan Politik di Kejagung 1962-1968.

Sebelum meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum UI tahun 1964, ABN menyelesaikan pendidikan dasarnya dan SMP di Yogyakarta hingga tahun 1951. Dia melanjutkan jenjang SMA di Jakarta (1954). Tahun 1959 untuk pertama kalinya bersentuhan dengan Australia, saat mendapatkan kesempatan belajar hukum internasional di The University of Melbourna dengan supervisi dari Prof Leiser.

Selain menjabat sebagai jaksa, ABN pernah merasakan dunia politik praktis, yaitu saat menjadi anggota DPR/MPR periode 1966-1968. Selepas dari jabatan wakil rakyat, ia pun melepas pula jabatannya sebagai jaksa dan menekuni dunia kepengacaraan, antara lain dengan membuat Firma Hukum Adnan Buyung Nasution and Associates tahun 1969-1987.

Tahun 1987, ABN terpaksa meninggalkan Indonesia dan harus ke Belanda karena "ancaman" dari pemerintahan Orba.  Dia memanfaatkan masa itu dengan meraih gelar doktor ilmu hukum di Belanda.



Kritis Sejak Zaman Orla

Sikap kritis ABN pada pemerintah sebenarnya sudah terlihat saat dia terlibat dalam aksi yang mengkritisi pemerintahan Orla, yakni dengan ikut membidani dan menjadi pengurus Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) tahun 19661968. Dia yang ikut menumbangkan pemerintahan Soekarno dan melahirkan pemerintahan baru di bawah rezim Orba, bukan berarti tidak kritis. ABN mengkritikisi pula pemerintahan Orba, di bawah kepemimpinan Soeharto, terutama dalam mewujudkan keadilan bagi rakyat kecil, dengan mendirikan dan memimpin Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tahun 1971.

Jokowi saat menjabat gubernur DKI bertemu Buyung di YLBHI


ABN adalah Aktivis HAM

ABN juga aktif sebagai Wakil Ketua Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) hingga 1983, pendiri dan mantan Komnas HAM Asia di Manila tahun 1983-1985, anggota International Commission of Jurist (ICJ) yang berpusat di Jenewa tahun 1980-1985 dan 2001-2006, anggota International Advisory Council of the Netherlands Institute of Human Rights (SIM) di Utrecht tahun 1980-1987, anggota International ADvisory Council of Huridocs tahun 1988-1992, anggota Dewan Penyantun YLBHI sejak tahun 1985 sampai sekarang, serta anggota International Council for Science (ICSU) di Paris sejak 2003 - sekarang.

Kiprah di Masa Reformasi

Gelombang reformasi yang terjadi sejak 1998, membuat ABN kembali terjun ke dunia politik. Kali ini, ia menjabat Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilu tahun  1999. ABN bersama KPU dinilai berhasil menggelar pemilu yang nyaris tanpa kecurangan dan sangat demokratis.

Sejak tahun 1998,ia juga diminta menjadi penasihat ahli untuk Kementerian Kehakiman (sekarang Kemenkum HAM) dan Kementerian Pertahanan sejak tahun 2007. ABN juga pernah menjadi Wakil Ketua Panitia Seleksi calon anggota KPK dan Komisi Yudisial. Pada periode 2007-2009, ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Aneka Penghargaan

Dengan berbagai aktivitas dan perjuangannya itu wajarlah jika ABN menerima beragam penghargaan. Taun 1968, ia menerima anugerah Man of The Year dari harian Indonesia Raya. Tahun 1976, ia menerima penghargaan internasional untuk bantuan hukum di Stockholm dan di London, setahun kemudian.

Pemerintah pada tahun 2000, memberikan penghargaan Bintang Mahaputra untuk ABN dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) memberikannya penghargaan sebagai Bapak Advokat Indonesia tahun 2009. Tahun 2010, ada tiga penghargaan yang diterima ABN yakni The Ary Suta Center Award, Petisi 50 Award, dan penghargaan sebagai Intelektual Berdedikasi (Kompas Award).

Buyung saat sidang/Agung Pambudhy


Narasumber Hukum Penting

ABN adalah salah satu narasumber utama bidang hukum di Indonesia. Karena itu, namanya acap kali menghiasi publikasi dan pemberitaan d media massa, baik cetak maupun elektronik. Walaupun demikian, ia tetap rajin melahirkan tulisan yang dimuat di sejumlah media, nasional maupun internasional, termasuk melahirkan sejumlah buku.

Adapun sejumlah buku yang telah dilahirkannya, di antaranya yaitu Access to Justice in Indonesia, Access to Justice, Bantuan Hukum di Indonesia, Democracy in Indonesia, Instrument Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia, Arus Pemikiran Konstitualisme: Tata Negara, Hukum dan Peradilan, Advokat, HAM dan Demokrasi. 

Biografi ABN ditulis Ramadhan KH dan Nina Pane sebanyak 3 jilid berjudul Pergulatan Tanpa Henti dengan rincian:
Jilid 1: Dirumahkan Soekarno, Dipecat Soeharto
Jilid 2: Menabur Benih Reformasi
Jilid 3: Pahit Getir Merintis Demokrasi. Semangat Si Jambul Putih.

Baru saja lengser sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang hukum tahun 2007-2009, Buyung melansir buku "Nasihat untuk SBY", sebuah buku yang diakuinya menimbulkan pertanyaan karena berdasar UU Wantimpres, anggota Wantimpres tidak dibenarkan menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak mana pun.  Isinya tentang nasihat-nasihatnya kepada Presiden SBY.

Kini, Abang yang berani itu telah tiada. Tapi jejak perjuangan dan semangatnya untuk hukum, keadilan dan HAM, akan selalu hidup.

Selamat jalan, Bang Buyung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar