Senin, 12 Januari 2015

PERADI Peringatkan Advokat Jangan Salah Gunakan Imunitas


Jangan sampai advokat berlindung di balik imunitas, tapi melakukan tindakan yang melanggar kode etik.

Pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas cakupan  perlindungan advokat, Sekretaris Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sugeng Teguh Santoso memperingatkan para advokat agar tidak menyalahgunakan hak imunitas. PERADI tidak mau imunitas advokat dikotori advokat-advokat nakal dengan  praktik menyimpang.

Sugeng mengatakan, putusan MK tersebut sebenarnya hanya mempertegas isi Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Ia menganggap MK telah membuat suatu keputusan yang dipandang sebagai landmark hukum untuk perlindungan profesi, khususnya perlidungan terhadap profesi advokat.

“Itu harus kami apresiasi benar. Artinya pandangan MK menegaskan bahwa ada hak-hak fundamental dari advokat, yaitu hak imunitas. Itu menjadi sesuatu yang sangat berharga. Tapi, jangan kemudian para advokat melakukan hal-hal yang mengotori dengan praktik-praktik yang menyimpang,” katanya kepada hukumonline.

Dengan adanya putusan MK, Sugeng melihat UU No. 18 Tahun 2003 sebagai Undang-Undang yang memenuhi syarat. UU Advokat memberikan perlindungan terhadap advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya baik di dalam maupun luar persidangan dengan iktikad baik. Ia meminta penegak hukum lain menghormati putusan MK tersebut.

Tetapi putusan itu juga harus diikuti komitmen seluruh advokat. Sugeng menegaskan, Dewan Kehormatan PERADI akan menghargai putusan MK dengan putusan-putusan yang keras pula. “Jangan sampai ada advokat yang berlindung di balik imunitas, tetapi melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kode etik,” ujarnya.

Menurut Sugeng, PERADI tidak membantah adanya segelintir advokat nakal yang melanggar kode etik, bahkan melanggar hukum. Hal itu terbukti dengan pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan dan ditangkapnya advokat oleh penegak hukum lain, seperti KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Dari beberapa kasus yang diamati Sugeng, sebagian besar advokat nakal melakukan praktik penyuapan. Praktik seperti itu kerap membawa keuntungan tersendiri bagi para advokat nakal. Namun, bukan berarti semua advokat digeneralisasi melakukan penyuapan. Masih banyak advokat yang tetap menjaga integritasnya.

Praktik suap semacam itu juga diakui Juru Bicara KPK Johan Budi. Sesuai catatan KPK, kasus korupsi advokat di KPK didominasi kasus penyuapan. Para advokat yang melakukan penyuapan tentu tidak mendapat hak imunitas. Siapapun, tidak terkecuali advokat dapat dituntut pidana jika terbukti melakukan penyuapan.

“Advokat tidak bisa dituntut pidana dan perdata, baik di dalam maupun luar persidangan saat menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik. Saya kira maksud MK ada konteksnya. Bukan berarti kalau ada advokat nggak benar, menyuap, nggak bisa dipidana. Kalau ikut nyuap itu kan bukan tugas advokat,” tuturnya.

Rabu pekan lalu (14/5), MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 16 UU Advokat yang diajukan sejumlah advokat muda. Majelis yang diketuai Hamdan Zoelva menyatakan, selain berhak mendapatkan perlindungan di dalam persidangan, advokat juga berhak mendapatkan perlindungan di luar persidangan.

MK menganggap Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.

Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Advokat mengenai tugas dan peran advokat untuk kepentingan klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar persidangan. Hal serupa juga ditegaskan dalam Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Perbedaan dalam kedua Undang-Undang itu mengakibatkan perlakuan berbeda antara advokat dan pemberi bantuan hukum, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karenanya, MK menyatakan Pasal 16 UU Advokat inkonstitusional bersyarat karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar