Senin, 15 Desember 2014

Advokat Tidak Bisa Dituntut Perdata dan Pidana Saat Jalankan Profesi

Advokat Tidak Bisa Dituntut Perdata dan Pidana Saat Jalankan Profesi
Advokat kini semakin aman dalam menjalankan tugas. Advokat kini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
Angin segar itu diperoleh setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
"Pasal 16 Undang-Undang Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan'," ujar Ketua Majelis, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan bernomor 26/PUU-XI/2013 di ruang sidang utama MK, Jakarta, Rabu (14/5/2014).
Pemohon yang mengajukan uji materi tersebut adalah advokat muda yakni Rangga Lukita Desnata, Oktavianus Sihombing, dan Dimas Arya Perdana. Ketiganya mempersoalkan pasal 16 UU Advokat karena hanya memberikan perlindungan hukum pada advokat di dalam persidangan saja.
Padahal, advokat banyak melakukan kegiatan atau kepentingan yang berhubungan dengan kliennya di luar persidangan. Sebut saja mediasi, somasi, pendampingan hingga menggelar konferensi pers.
Untuk itu, pemohon meminta kepada Mahkamah agar membatalkan Pasal 16 UU Advokat karena dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Para pemohon memberikan opsi kepada Mahkamah bahwa pasal tersebut bisa tetap dipertahankan sepanjang diartikan advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di luar dan di dalam sidang pengadilan.
Menurut Mahkamah, mengacu Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Advokat, tugas dan peran advokat untuk kepentingan klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar persidangan. Hal ini pun ditegaskan Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum yang menyebut pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum dengan etikat baik baik di dalam maupun di luar sidang.
"Hal ini telah dipertimbangkan melalui putusan MK Nomor 88/PUU-X/2012 yang menyebut pemberi bantuan hukum baik advokat maupun bukan advokat dalam menjalankan tugasnya dapat dengan bebas tanpa ketakutan dan kekhawatiran," kata anggoa majelis, Maria Farida Indrati, saat membacakan pendapat Mahkamah.
Dengan demikian, Hakim Maria mengatakan terdapat perbedaan antara UU Advokat dan UU Bantuan Hukum mengenai perlindungan advokat dan pemberi bantuan hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Perbedaan ini menimbulkan perlakuan yang berbeda antara advokat dan pemberi bantuan hukum yang menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil terhadap kedua profesi itu.
"Keadaan ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga Pasal 16 UU Advokat harus dimaknai seperti itu," kata dia. (www.tribunnews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar